Links

Web Stats

    Page Views   Page View

    Visitors   46152 Hit Pengunjung

    Visitor Online   1 Pengunjung Online

UGM Berhasil Kembangkan Teknologi Proses Produksi Biodiesel Secara Kontinyu

4 January 2011

Untuk mengantisipasi semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, saat ini Indonesia telah memulai memproduksi biodiesel sebagai substitusi BBM. Didalam blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025, pemerintah telah menetapkan pemakaian biodiesel sebanyak 2% konsumsi solar pada tahun 2010, 3% pada tahun 2015 dan 5% pada tahun 2025. Pemerintah juga menetapkan kebutuhan biodiesel mencapai 720.000 kiloliter pada tahun 2010 dan akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter pada tahun 2015 dan 4,7 juta kiloliter pada tahun 2025. Demikian disampaikan Ir. Arief Budiman, MS, D.Eng peneliti dan koordinator Process System Engineering (PSE) Research Group, UGM.

            Ditambahkan oleh Arief yang juga staf pengajar Teknik Kimia, UGM bahwa proses pembuatan biodiesel saat masih dilakukan secara batch. Bahan baku minyak direaksikan dengan alkohol dan katalisator basa dalam reaktor tangki berpengaduk selama 90-120 menit. Selanjutnya dibiarkan beberapa jam agar terbentuk dua lapisan kemudian dipisahkan, yang atas berupa biodiesel dan yang bawah berupa campuran gliserol, katalisator & sisa alkohol. Selanjutnya, terang Arief, biodiesel dipisahkan dari gliserol, katalisator dan sisa alkohol.

            Kelemahan dari sistem batch yang sudah biasa dipakai pada proses pembuatan biodiesel adalah hanya cocok untuk kapasitas yang tidak begitu besar. Sehubungan dengan itu, Arief menambahkan bahwa PSE Research Group telah berhasil mengembangkan teknologi pembuatan biodiesel secara kontinyu, sebagai alternatif pengganti sistem pembuatan biodiesel secara batch.

            Menurut Arief, prinsip teknologi yang dikembangkan adalah menggabungkan reaktor dan unit pemurnian kedalam satu unit operasi yang dikenal dengan reactive distillation. Dibagian tengah ditandai dengan zona reaksi dimana reaksi pembentukan biodiesel dari minyak, metanol dan katalisator terjadi. Pada bagian atas merupakan zona recovery metanol yang akan memungut kembali metanol sisa yang belum bereaksi. Sedangkan pada bagian bawah merupakan zona pemurnian biodiesel. Dengan konfigurasi tersebut, bahan yang keluar dari unit operasi atau kolom sudah terpisah antara biodiesel dengan gliserol. Sehingga didalam satu unit operasi ini akan terjadi reaksi dan proses pemurnian secara simultan, tambah Arief.

            Salah seorang peneliti yang juga mahasiswa S3 Teknik Kimia UGM, Ratna Dewi Kusumaningtyas menjelaskan bahwa teknologi yang kami kembangkan bisa dipakai untuk membuat biodiesel dari berbagai minyak, termasuk minyak jarak dan minyak sawit. Secara prinsip reaksi antara minyak, metanol dan katalisator dijalankan didalam kolom reaksi yang berfungsi sebagai reaktor sekaligus pemurnian biodiesel. Sedangkan recovery metanol dijalankan dengan kondenser yang dipasang dibagian atas kolom. Dari penelitian yang kami lakukan konversi biodiesel dari minyak sawit bisa mencapai 94 persen, sementara itu jika dijalankan dengan sistem batch konversi tidak lebih dari sembilan puluh persen, kata dia. “Hasil biodiesel yang diperoleh dari teknologi proses yang kami kembangkan relatif lebih jernih dibandingkan dengan hasil biodiesel dari proses batch. Setelah dianalisis, biodieselnya juga memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia”, imbuh Dewi.

            Peneliti lain, Ir. Sutijan, MT, Ph.D menambahkan bahwa kelebihan dari teknologi yang dikembangkan oleh PSE Research Group adalah terjadinya pengurangan capital cost karena berkurangnya reaktor, pipa dan instrumentasinya. Disamping itu, beaya operasi atau beaya per unit massa produk menjadi lebih murah karena konversi yang diperoleh lebih tinggi. Dari sisi unit operasi, karena reaksi dan pemisahan berjalan pada satu alat sehingga lebih kompak dibandingkan dengan proses batch, imbuhnya. Sutijan, yang juga staf pengajar Teknik Kimia, UGM menambahkan bahwa proses produksi biodiesel yang kami kembangkan berlangsung secara kontinyu sehingga cocok untuk kapasitas besar, karena bisa lebih menghemat waktu dan tenaga untuk operasi.

            Sementara itu, Ir. Rochmadi, SU, Ph.D anggota peneliti PSE Research Group yang lain menambahkan bahwa saat ini miniplant pabrik biodiesel secara kontinyu dengan kapasitas 15 liter perhari sudah beroperasi di Teknik Kimia, UGM. “Langkah selanjutnya sebelum bisa diaplikasikan pada skala besar adalah scale up pada kapsitas sekitar 500 – 1000 liter perhari”, kata Rochmadi. “Tahapan ini sangat diperlukan sebelum pabrik skala besar berdiri, terutama untuk memastikan konfigurasi pabrik bisa berjalan dengan baik dan sekaligus akan sangat berguna bagi SDM yang akan mengoperasikan pabrik skala besar”, imbuhnya.

            Pada kesempatan terpisah Kajur Teknik Kimia UGM, Ir. M Fahrurrozi, MSc, Ph.D menambahkan bahwa keberhasilan tim PSE Research Group dalam mengembangkan teknologi produksi biodiesel secara kontinyu tentunya harus segera diikuti dengan tahapan scale up agar bisa segera diaplikasikan pada skala industri. “Inilah suatu wujud inovasi teknologi warga UGM dalam rangka mewujudkan dan memperkuat posisi UGM sebagai world class research university”, kata Fahrurrozi.