Links

Web Stats

    Page Views   Page View

    Visitors   46107 Hit Pengunjung

    Visitor Online   1 Pengunjung Online

Perum Perhutani Segera Dirikan Industri Derivat Gondorukem dan Terpentin

6 April 2011

Akibat kegiatan pengelolaan hutan berbasis produk kayu, laju berkurangnya hutan di Indonesia mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas tersebut, sekitar 60 juta hektar atau 50% nya sudah mengalami degradasi dan kerusakan. Kondisi inilah yang memicu Perum Perhutani untuk segera mendirikan industri derivat gondorukem dan terpentin, ungkap Ir. Achmad Fachrodji Direktur Industri dan Pemasaran Perum Perhutani dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembangunan Industri Gondorukem dan Terpentin di Perum Perhutani Unit 1, Jawa Tengah, belum lama ini (29/3/2011). “Apalagi semua produk derivat gondorukem dan terpentin sangat laku keras di pasara dunia. Gliserol rosin ester, misalnya, saat ini semua produk yang dihasilkan dari industri gondorukem pasti diserap pasar”, kata Fachrodji.

Pada kesempatan FGD tersebut disampaikan paparan studi kelayakan pendirian industri derivat gondorukem dan terpentin oleh Ir. R Hikmawan Wargakusumah Direktur PT Pasadena Engineering Indonesia sebagai mitra Perum Perhutani.  “Hasil studi kelayakan awal tim PT Pasadena, merekomendasikan lokasi pendirian industri derivat gondorukem ada di Sindangwangi, Jawa Barat dan Cimanggu, Jawa Tengah.  Sementara itu untuk industri derivat terpentin ada di Pemalang”, ungkap Hikmawan atau yang biasa dipanggil Ricky. Akan tetapi setelah diadakan pertemuan dengan tim Kemeneg BUMN, seperti disampaikan oleh Ricky, bahwa tim Pasadena merekomendasikan pendirian pabrik derivat gondorukem dan terpentin yang terintegrasi dengan bahan baku gondorukem dan terpentin di Pemalang.

Dalam acara FGD tersebut juga hadir tamu undangan dari Departemen Peridustrian, PT Firmenich selaku industri yang menyerap hasil derivat gondorukem dan terpentin serta tim pakar dari ITB dan UGM. Anggota tim pakar dari UGM Prof. Dr. Arief Budiman, menyampaikan bahwa memang sudah saatnya Perum Perhutani mempunyai industri sendiri untuk mengolah hasil hutan yang berupa gondorukem dan terpentin. Sebagai contoh jika ekspor langsung terpentin saat ini dihargai 3400 US$/MT. Akan tetapi dengan merubah menjadi terpineol harga jualnya akan berlipat sekitar 2,4 kalinya, ungkap Arief. “Perubahan pola timber based management menjadi forest resource based management ini, dipastikan akan mengurangi laju kerusakan hutan yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan”, kata Arief.  

Tim pakar dari ITB, Dr. Tatang Hernas menyampaikan pula bahwa disamping terjadinya kenaikan nilai tambah, yang lebih penting adalah penguasaan teknologi pengolahan derivat gondorukem dan terpentin oleh bangsa sendiri. “Sudah saatnya pememrintah memberi kesempatan kepada putra-putra Indonesia terbaik untuk mengelola SDA Indonesia. Dengan cara ini, kita tidak terus menerus menjadi pasar dari produk-produk luar negeri yang sebenarnya bangsa Indonesia mampu membuatnya”, urai Tatang.

Di akhir acara FGD, Ir. Achmad Fachrodji menyampaikan bahwa direncanakan tahun 2012 pembangunan industri derivat gondorukem dan terpentin sudah akan dimulai, sehingga dukungan dari peserta FGD sangat diharapkan dan beberapa bulan kedepan acara FGD ini akan secara kontinyu dilakukan samapai pencanangan pembangunan industri dimulai.